6 Peraturan Crowdfunding di Indonesia Berbasis Equitas yang Belum Banyak Orang Ketahui

Crowdfunding berbasis equitas adalah layanan dana atau penggalangan dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi untuk membantu perusahaan perintis maupun startup atau UKM yang baru memulai sebuah usaha namun terkendala pada modal. Saham tersebut kemudian dijual oleh penerbit atau perusahaan penyelenggara kepada pemodal investasi 100 ribu secara online (investor). Lalu bagaimana peraturan crowdfunding di Indonesia yang berbasis equitas? Mari kita simak ulasannya.

1. Pengajuan Izin ke OJK

Salah satu peraturan crowdfunding di Indonesia yang berbasis equitas adalah perusahaan tersebut wajib melakukan pengajuan perizinan ke OJK untuk kemudian di telaah. OJK sebagai otoritas yang melakukan pengawasan atas kegiatan yang berkaitan dengan pendanaan di masyarakat akan menelaah atas pengajuan permohonan perizinan tersebut.

OJK kemudian akan memberikan keputusan persetujuan atau penolakan paling lama 20 hari setelah pengajuan diterima. Hal ini sangat penting karena crowdfunding dibawah naungan dan peraturan yang dibuat oleh OJK. Perusahaan perintis tidak perlu datang langsung ke OJK, tidak memerlukan kawyer maupun akuntan, karena basisnya adalah urun dana.

2. Harus memiliki Saham minimal 2,5 Miliar

Dalam skema crowdfunding berbasis equitas ada 3 pihak yang terlibat yaitu perusahaan rintisan atau startup atau UKM, investor, dan perusahaan penyelenggara. Perusahaan penyelenggara bertugas untuk memasarkan saham perusahaan di platform digital dengan maksimal pemegang saham 300 pihak dan modal yang disetor minimal 2,5 Miliar.

Untuk maksimal nilai saham yang ditawarkan dapat mencapai 6 Miliar dalam waktu 12 bulan. Sedangkan untuk perusahaan perintis atau startup sendiri hanya memberi sebagian saham yang dimiliki untuk dijadikan imbalan.

3. Harus Ahli di Bidang Teknologi

Karena penghimpunan dana ini berbasis teknologi informasi yang mengacu pada internet, maka suatu perusahaan penyelenggara harus memiliki keahlian di bidang informasi dan teknologi. Hal ini sangat penting karena perusahaan penyelenggara lah yang akan memanfaatkan platform digital untuk memasarkan dan menjual saham.

Dengan keahlian yang sudah dimiliki tersebut maka akan memudahkan penyelenggara atau perusahaan terkait dalam menarik crowd investor dan perusahaan perintis yang akan menanamkan modal pada perusahaannya. Kemampuan teknologi yang bagus tentu akan menghasilkan inovasi dalam menyusun strategi pemasaran sehingga akan berdampak pada investor dan startup juga.

4. Tenaga Kerja yang Ahli

Perusahaan crowdfunding berbasis equitas setidaknya harus memiliki tenaga kerja yang ahli. Hal ini menjadi aturan bagi crowdfunding di Indonesia karena mereka akan melakukan peninjauan kondisi penerbit, khususnyabdi sisi laporan keuangan.

Tenaga kerja dalam menyusun laporan penerbit minimal harus sesuai menurut Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) non audited. Hal ini akan memudahkan penerbit dalam mencari pendanaan melalui perbankan. Dengan begitu dana akan masuk dalam jumlah yang lebih banyak daripada pendanaan yang dilakukan tanpa melalui perbankan.

5. Pembagian Keuntungan

Start Up atau Perusahaan Perintis atau UKM menggalang dana dengan memberikan saham sebagai kompensasi kepada crowd investor. Dengan begitu crowd investor akan turut serta menjadi pemilik dari perusahaan perintis tersebut dengan melakukan investasi mulai 100 ribu

Crowd investor juga berhak atas sebagian keuntungan dan pertambahan nilai dari setiap perusahaan perintis di kemudian hari. Sedangkan startup akan mendapatkan tambahan modal tanpa beban utang dan bunga serta tanpa harus memberikan agunan.

Hal tersebut tentu menjadi peraturan crowdfunding di Indonesia yang memberikan jaminan kesejahteraan bagi investor maupun perintis. Sehingga akan sama-sama memberikan keuntungan bagi startup maupun investor. Pemodal akan mendapat manfaat berupa pembagian keuntungan atau dividen sekaligus memiliki hak dalam rapat umum pemegang saham.

6. Batasan Usia bagi Investor

Poin terakhir peraturan crowdfunding di Indonesia adalah investor harus berusia lebih dari 18 tahun. Mereka dapat berinvestasi pada UKM atau startup dengan aman, mudah dan efisien. Perusahaan penyelenggara akan melakukan uji tuntas hukum dan keuangan, melakukan negosiasi, melakukan dokumentasi hukum dan proses penyelesaian investasi.

Crowd investor hanya perlu memilih materi kampanye penggalangan dana dan pengambilan keputusan pada investasi usaha apa yang akan dipilih. Sehingga hal ini tentu saja tidak akan menyita waktu yang banyak untuk investor.

Itulah 6 peraturan crowdfunding Indonesia yang berbasis equitas. Diharapkan dengan peraturan tersebut dapat memudahkan perusahaan perintis dalam mengembangkan usahanya dengan bantuan penggalangan dana oleh perusahaan penyelenggara maupun crowd investor.